Minggu, 27 Februari 2011

From Zero to Hero By Bapak Mario Teguh

Sikap 1

Saya akan memimpikan yang besar,
karena saya tak menarik bagi siapa pun,
jika impian saya dikecilkan oleh kekhawatiran
yang juga menghantui orang lain.

Jika saya hanya menginginkan yang kecil,
saya tak mungkin bersemangat untuk terlibat
dalam pekerjaan yang menjadi jalan
menuju hasil yang besar.

Saya sedang memantaskan diri
bagi impian yang besar.

I am a hero in the making.

Sikap 2

Untuk mencapai kebesaran hidupku,
aku akan menjadi pribadi yang meskipun.
Meskipun aku tak tahu,
aku akan memulai dan melakukannya.

Karena,
dalam melakukan itulah aku akan dibuat tahu.
Meskipun aku takut,
aku akan tetap maju menghadapinya.

Karena,
semua orang yang berani adalah orang yang
juga ketakutan, tapi tegas memberanikan diri.
Meskipun apa pun, aku bersama Tuhan.

Sikap 3

Aku akan berhenti berfokus pada kekuranganku,
karena itu akan membuatku merasa iri dan tersiksa
dengan kelebihan orang lain.

Jika aku berfokus pada kelemahanku,
aku akan menyesali yang tak bisa kumiliki.
Jika aku mensyukuri yang dapat kulakukan dan
berfokus menjadikannya keuntungan bagi orang lain,
aku akan menjadi kuat dan gembira.

Aku akan berfokus pada yang menguatkanku.

Sikap 4

Kemiskinan bukanlah penyakit dan
bukanlah keadaan yang permanen.

Orang miskin yang berhati orang kaya,
akan banyak mengeluh.

Tapi,
siapa pun dengan hati orang miskin,
akan berlaku rendah hati, penuh syukur,
dan ikhlas melakukan yang sekarang
bisa dilakukannya.
Kemiskinan adalah titik awal
yang paling mengikhlaskan.

Tuhan, indahkanlah upayaku
untuk menjadi jiwa yang ikhlas.

Sikap 5

Aku akan MENGURANGI berkata;

lebih baik miskin harta daripada miskin hati,
karena orang lain bisa merasa,
aku sedang menghibur diriku
yang sedang belajar menerima kelemahan hidup.

Lebih baik aku bekerja,
membuktikan bahwa yang kaya hati
juga bisa menjadi kaya harta.

Lebih baik aku berlatih merajinkan diri,
karena
Tuhan menyejahterakan
jiwa rendah hati yang gemar bekerja.

Sikap 6

Bersyukur itu TIDAK BERHENTI
pada menerima apa adanya saja,
tapi terutama bekerja keras
untuk mengADAkan yang terbaik.

Siapa yang melarangku
untuk menjadi orang kaya yang
besar dermanya bagi sesama,
atau orang hebat yang
membesarkan negeri?

Aku tak boleh membatasi kebaikan
yang bisa kulakukan.
Aku akan dijadikan sebaik-baik manusia,
jika aku bermanfaat bagi sesama dan alam.

Sikap 7

Aku harus menginginkan sesuatu.
Siapa pun yang mencapai sesuatu yang bernilai,
selalu memulai dengan menginginkan sesuatu.

Aku harus mulai dengan keinginanku.
Jika hatiku belum ramah kepada keinginan besar,
aku akan mulai dengan keinginan kecil,
asal yang kulakukan untuk mencapainya
menuntunku menuju keinginan besarku.

Melalui keinginanku,
aku akan mecapai hakku untuk berhasil.


Semoga bermanfaat untuk kita semua dan tidak lupa saya ucapkan kepada Bapak Mario Teguh yang telah mengajari dan memotivasi kita dalam menjalani hidup.

Sumber : http://www.facebook.com/pages/Mario-Teguh/52472954880

Rabu, 23 Februari 2011

Sebuah Renungan Akhir Tahun

Seorang pejabat keluar dari sebuah hotel mewah. Ia baru saja menyelenggarakan seminar dan malam amal untuk mencari dana bagi anak-anak miskin yang berkeliaran di jalan. Ketika akan masuk ke mobil mewahnya, seorang anak jalanan mendekatinya dan merengek, ”Pak, minta uang sekadarnya. Sudah dua hari saya tidak makan.” Pejabat itu terkejut dan melompat menjauhi anak itu. ”Dasar anak keparat yang tak tahu diri!” teriaknya. ”Tak tahukah kamu bahwa sepanjang hari saya sudah bekerja sangat keras untukmu? Pembaca yang budiman, kalau Anda ingin melakukan renungan di penghujung tahun ini, saya anjurkan Anda untuk merenungkan satu hal saja: ”Seberapa besar tingkat kepedulian Anda kepada sesama?” Dari skala 1 (sangat buruk) sampai dengan 5 (sangat baik), dimanakah posisi Anda? Jawabannya tak perlu Anda kemukakan, tapi cukup disimpan untuk diri Anda sendiri.
Mengapa saya menganjurkan Anda melakukan hal ini? Ini tak lain untuk kepentingan diri Anda sendiri. Selama Anda masih berkutat dengan diri sendiri, selama itu pula jiwa Anda tak akan pernah tumbuh. Kita hanya akan mengalami transformasi yang luar biasa begitu kita mulai memikirkan orang lain. Seorang pengarang, Joseph Campbell, mengatakan, ”Pada saat kita berhenti berpikir tentang diri kita sendiri, kita sebenarnya tengah mengalami perubahan hati nurani yang sungguh heroik.”
Hal ini mudah diucapkan tetapi amat sulit dilakukan. Para politisi kita amat royal melontarkan kata-kata ”demi kepentingan rakyat.” Seorang pejabat yang mengaku paling dekat dengan wong cilik kenyataannya malah menyakiti hati rakyat dengan tanpa malu-malu menghadiahkan dirinya sendiri rumah senilai 20 miliar. Para politisi lain juga tanpa malu -malu berlomba-lomba meluncurkan buku biografi politik yang dipenuhi kata-kata ”demi kepentingan rakyat.” Buku-buku biografi semacam ini sebenarnya merupakan ”pelecehan intelektual” belaka. Kenyataannya, amat sulit bagi kita menemukan kontribusi mereka bagi orang banyak.
Memikirkan orang lain memang sangat sulit dilakukan, apalagi di zaman sekarang. Setiap hari kita disibukkan dengan pekerjaan yang tak habis-habisnya. Namun sekadar memperhatikan diri Anda sendiri akan menghasilkan kesulitan yang cukup serius dalam jangka panjang. Anda akan mengalami hambatan dalam pertumbuhan spiritual Anda. Banyak orang yang beranggapan bahwa hal ini adalah kewajiban. Mereka salah besar! Memperhatikan orang lain adalah kebutuhan Anda untuk menikmati hidup yang penuh makna. Memperhatikan orang lain adalah cara terbaik untuk mencapai hakikat kemanusiaan yang sejati.
Seorang filsuf terkemuka pernah mengatakan, ”Manusia dilahirkan dalam kondisi telanjang, dan ketika meninggal ia dibungkus kain kafan. Apakah hanya itu keuntungan yang ia dapatkan sepanjang hidupnya?” Sayangnya dunia kita sekarang telah begitu materialistisnya, sehingga banyak orang beranggapan bahwa perhatian tersebut bisa digantikan dengan uang. Padahal walaupun uang memang penting, ia tak akan pernah dapat menggantikan perhatian, pengertian, kehadiran dan kasih sayang.
Betapa banyak contoh yang bisa kita ambil dari kehidupan kita sehari-hari. Banyak anak yang tumbuh tanpa perhatian yang semestinya dari orang tua mereka. Banyak orang tua yang berdalih bahwa quality time jauh lebih penting ketimbang quantity time. Padahal, kasih sayang dan pengertian hanya akan terbina melalui proses yang perlahan-lahan dan membutuhkan banyak waktu. Betapa banyak para profesional yang cukup puas dengan memberikan sejumlah uang kepada orang tua mereka tanpa pernah mau tahu mengenai keadaan mereka yang sesungguhnya. Orang-orang seperti ini telah salah kaprah dalam memahami hidup seolah-olah segala sesuatunya bisa dibeli dengan uang.
Kahlil Gibran pernah mengatakan, ”Bila engkau memberi dari hartamu, tiada banyaklah pemberian itu. Bila engkau memberi dari dirimu itulah pemberian yang penuh arti.” Memberi tidak harus bernuansa materi. Bahkan memberikan perhatian sebenarnya jauh lebih berarti ketimbang memberikan materi yang sifatnya amat terbatas.
Cara menunjukkan kepedulian kita adalah dengan mendengarkan. Seorang anak pernah mengungkapkannya dengan sangat baik, ”Di masa pertumbuhanku, ayahku selalu menghentikan apa yang sedang dia kerjakan dan mendengarkanku saat aku begitu bersemangat menceritakan apa yang telah aku alami seharian.” Mendengarkan dengan benar adalah melupakan diri sendiri dan memberikan perhatian lahir dan batin yang tulus. Dengan mendengarkan kita dapat menangkap bukan hanya apa yang dikatakan tetapi juga apa yang dirasakan.
Mendengarkan amat penting untuk bisa memberikan sesuatu yang benar-benar dibutuhkan orang lain, bahkan sekalipun mereka tidak mengatakannya. Kahlil Gibran pernah mengatakan, ”Adalah baik untuk memberi ketika diminta, tapi jauh lebih baik lagi jika memberi tanpa harus diminta.”
Sumber: Sebuah Renungan Akhir Tahun oleh Arvan Pradiansyah,
direktur pengelola Institute for Leadership & Life Management (ILM) dan pengarang buku Life is Beautiful